Laskar KnKEI 2012

Laskar KnKEI adalah sebutan untuk anggota Departemen KnKEI SEF UGM. Orang - orang inilah yang berada di balik layar pelaksanaan program kerja selama KnKEI.

Laskar KnKEI 2011

Laskar KnKEI adalah sebutan untuk anggota Departemen KnKEI SEF UGM. Orang - orang inilah yang berada di balik layar pelaksanaan program kerja selama KnKEI.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions..

#Indonesia Tanpa Riba

Mari berjuang untuk Indonesia yang lebih baik

Kuliah non-Kurikuler Ekonomi Islam

Mari kita mengenal Ekonomi Islam lebih dekat ..

Senin, 02 April 2012

MLM sebagai Trend Marketing


Oleh:

MLM (Multi Level Marketing) mungkin saat ini telah menjadi trik pemasaran yang paling banyak diminati oleh individu, perusahaan maupun kelompok bisnis tertentu untuk menjual produk mereka pada konsumen baik secara grosir maupun retail. Selain karena keuntungan yang didapat sangat menjanjikan jika dikerjakan secara serius, marketing ini cenderung menggunakan cara-cara yang lebih mudah dibandingkan jenis-jenis marketing lain.  Marketing ini tak perlu kontribusi full-time bagi pelakunya, dengan bekerja part-time pun marketing ini juga bisa terlaksana dengan baik. Namun, memang semakin giat pelaksanaannya maka akan semakin cepat dan banyak keuntungan yang didapat.

Ada 2 macam keuntungan yang bisa didapat dari MLM. Pertama, keuntungan yang diperoleh merupakan selisih harga distributor dengan harga yang dijual pada konsumen. Kedua, potongan harga produk yang bisa diperoleh, jika berhasil menjual produk pada konsumen lain dengan jumlah yang telah ditentukan atau disepakati. Nilai positif lain jika melakukan metode marketing ini ialah sangat minimnya biaya iklan (advertising) yang digunakan untuk mempromosikan produk. Oleh karena, hampir seluruh pelaksanaan metode marketing ini merupakan bentuk komunikasi langsung antara pihak yang menawarkan (distributor) dengan pihak konsumen sebagai calon pembeli produk, atau sering disebut dengan istilah ‘direct selling’.

Kemudian, dengan berbagai macam kemudahan yang ada pada pelaksanaan MLM ini, tak perlu keahlian ataupun pendidikan khusus untuk menjadi pihak-pihak yang terlibat didalamnya. Cukup dengan kemampuan berkomunikasi serta berinteraksi baik dengan orang lain. Selain itu, kemampuan meyakinkan konsumen untuk membeli produk yang dijual mungkin juga merupakan aspek penting yang harus dimiliki jika ingin menjadi seorang distributor sukses dalam metode marketing ini.

Di balik besarnya keuntungan dan berbagai macam kemudahan dari pelaksanaan metode MLM ini, bukan berarti tidak menimbulkan pandangan-pandangan miring ataupun argumen-argumen yang kurang baik dari berbagai pihak yang kontra dengan metode marketing ini. Pihak-pihak yang kontra tersebut beranggapan bahwa MLM berorientasi pada aspek penipuan, ilegal dan tidak bermoral. Walaupun secara hukum yang berlaku, MLM telah dilegalkan dan tidak menyalahi aturan moral.

Tidak sedikit pula pihak-pihak yang menyatakan bahwa sistem kerja metode MLM ini semata-mata hanya semakin memperkaya harta upline (posisi teratas dalam struktur organisasi). Sedangkan jika dilihat dari realita pelaksanaannya, yang memiliki kontribusi lebih, dalam menarik para konsumen untuk membeli produk justru downline (posisi menengah hingga ke bawah dalam struktur organisasi). Namun, jika kita tinjau lebih dalam, untuk menjadi upline sama sekali tak semudah seperti yang dibayangkan. Butuh kerja keras serta pengorbanan waktu untuk menjadi seorang upline sukses yang memiliki  beberapa downline yang memberikan hasil dari pelakasanaan MLM padanya.

Kemudian, problem metode MLM sering dikaitkan dengan kasus money game. Namun sebelum meninjau lebih dalam, perlu diperjelas kembali perbedaan antara keduanya. Jika komisi yang didapat dari sistem MLM didasarkan pada omset penjualan produk pada konsumen. Sedangkan, pada sistem money game, komisi yang didapat merupakan hasil dari perekrutan orang untuk turut bergabung di dalamnya dan sama sekali bukan hasil dari omset penjualan produk. Namun bukan tidak mungkin, terdapat metode MLM yang memberikan komisi pada downline-nya jika berhasil merekrut orang. Secara hukum hal ini ilegal karena bonus perekrutan termasuk bonus yg dilarang berdasarkan Permendag No 13 tahun 2006 Bab I Pasal 1 ayat 11.

Jika dikaitkan dengan pandangan ekonomi Islam mengenai sistem pemberian komisi pada MLM, ada sebuah pernyataan yang menyebutkan bahwa jika menerima gaji/komisi namun tidak jelas dari mana asal komisi tersebut maka hukumnya haram. Dalam MLM semakin jauh jangkauan downline pada uplinenya maka akan semakin tidak jelas pula asal komisi yang didapat tersebut.

Dari berbagai pertimbangan yang ada, baik sisi positif maupun negatif dari sistem MLM, dapat ditarik sebuah kesimpulan. MLM sah-sah saja jika dilakukan, sejauh metode MLM yang dilakukan bukan merupakan modus-modus penipuan ataupun yang mengakibatkan kerugian bagi pihak downline dan konsumen. Di luar hal tersebut, sistem pembagian komisi dalam metode MLM juga perlu diperhatikan. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, komisi dalam MLM merupakan hasil dari omset penjualan. Jika terdapat metode MLM yang memberikan komisi karena perekrutan orang, hal ini termasuk pelaksanaan MLM ilegal karena secara hukum tindakan ini termasuk yang dilarang. Kemudian, untuk menghindari unsur haram menurut ekonomi Islam, ada baiknya perlu ditata kembali sistem pembagian komisi guna memperjelas dari mana serta diperuntukkan untuk siapa komisi tersebut. Dengan melaksanakan langkah-langkah ini, diharapkan mampu menciptakan sebuah struktur organisasi MLM yang legal dan aman. Selain itu, dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya baik upline, downline serta konsumen.

Multi Level Marketing dalam Pandangan Islam


Oleh :

            Belakangan ini mulai banyak perusahaan yang menggunakan Multi Level Marketing sebagai salah satu sistem pemasarannya. Namun di antara sekian banyak jumlah perusahaan yang menggunakan sistem tersebut, ternyata banyak perusahaan yang hanya memanfaatkan piramida marketing itu sebagai kedok untuk menutup money game yang mereka lakukan. Perusahaan-perusahaan ‘money game’ tersebut biasanya lebih mengutamakan royalti dari pada kualitas produk barang yang mereka jual dan  perusahaan-perusahan seperti itu bukanlah Multi Level Marketing. Dengan berkembang pesatnya  perusahan-perusahaan seperti itu menyebabkan keragauan atas hukum bisnis Multi Level Marketing itu sendiri.
            Pada dasarnya menurut Islam transaksi diperbolehkan apabalia tidak melanggar unsur-unsur haram seperti Maysir (judi), Aniaya (zhulm), Gharar (penipuan), Haram, Riba (bunga), Iktinaz  atau Ihtikar dan Bathil. Dalam sistemnya, Multi Level Marketing sendiri sebenarnya tidak menyalahi unsur-unsur di atas.  Pelanggaran unsur-unsur tersebut biasanya terdapat dalam pelaksanaannya. Entah itu dari kebijakan awal yang dibuat atau karena pelaksanaannya yang melanggar syari’at-syari’at Islam. Tidak bisa dipungkiri bahwa sangat amat sulit untuk membedakan mana yang benar-benar murni dan mana yang melanggar hukum-hukum islam.  
              Dalam perjalannya sendiri banyak penyimpangan yang dilakukan oleh penjual Multi Level Marketing itu sendiri. Lalu bagaimanakah MLM yang memenuhi unsur-unsur syariat?
  1. Produk yang dipasarkan dipastikan HALAL dan THOYYIB (berkualitas) dari segala aspek dan terhindar dari SYUBHAT.
  2. Akad jual beli didasarkan atas suka sama suka (at taradhi).
  3. Sistem jual-beli harus memenuhi syarat rukun jual-beli dalam perdagangan Islam.
  4. Harga barang yang diperdagangkan dalam batas yang wajar.
  5. Perdagangan yang dijalankan adalah benar-benar perdagangan barang dan tidak hanya sebagai kedok atas sebuah money game atau skema piramida.
  6. Sistem pemasaran sesuai dengan hukum Islam. Tidak ada penipuan, iming-iming yang melampaui batas atau manipulasi.
  7. Pihak perusahaan MLM harus memastikan para distributor membiasakan diri dengan adab-adab yang memenuhi hukum Syari’ah Islam.
  8. Struktur organisasi perusahaan harus memiliki Dewan Syari’ah yang terdiri daripada para ulama yang memahami masalah ekonomi.
Sumber : Buku MLM Syari’ah HPA (http://apli.or.id).
            Memang menjadi sebuah dilema tersendiri saat ini disatu sisi kita ingin mengembangkan dan memaksimalkan keuntungan namun dengan cara-cara yang tidak halal. Ada pula beberapa hal hasil kajian kami kemarin yang kami kira menjadi perdebatan cukup penting di antaranya:
  1. Adanya ketidak adilan dalam pembagian hasil yang menyebabkan pelaku di posisi terbawah merasakan imbasnya. Seperti harga barang lebih mahal atau hasil yang di dapat lebih kecil.
  2. Proses perekrutan yang terkesan terlalu mengada-ada atau telah dimanipulasi agar berkesan sangat menguntungkan, padahal sangat tidak logis dan menipu calon anggota baru. Ini sangat sering khususnya melalui seminar-seminar yang biasanya ditargetkan untuk kalangan mahasiswa.
  3. Tidak adanya transparansi yang jelas untuk sistem bagi hasil atas penjualan suatu produk itu sendiri.
Melihat bagaimana sulitnya melihat multi level marketing itu sendiri maka ada baiknya untuk berhati-hati dalam memilih atau waspada terhadap ajakan untuk bergabung dalam bisnis multi marketing. Multi level Marketing sendiri sudah benar secara sistem, namun faktor manusia dan pelaksanaannya membuatnya menjadi meragukan (syubhat). Lebih baik memilih bisnis-bisnis lain yang sudah jelas kadar halal dan haramnya atau menghindari bisnis-bisnis Multi Level Marketing agar terhindar dari pelanggaran syari’at-syari’at Islam.

MULTI LEVEL MARKETING DI LUAR PERSPEKTIF SYARIAH





Secara singkat Multi Level Marketing (MLM) merupalan sistem penjualan yang memanfaatkan konsumen sebagai tenaga penyalur secara langsung. Dalam prakteknya, sistem MLM berkembang menjadi sangat kompleks dan variatif. Berbeda perusahaannya, sitem yang diterapkan juga berbeda-beda.Ciri yang paling mudah kita temui dalam MLM adalah adanya upline dan downline.
Upline atau promotor biasanya adalah anggota yang sudah mendapatkan hak keanggotaan lebih dahulu. Sedangkan downline adalah anggota baru yang direkrut oleh upline. Downline yang berhasil merekrut anggota baru secara otomatis akan menjadi upline dari anggota baru tersebut, begitu seterusnya.
Jika dipandang dari perspektif syariah, MLM tidak bisa digeneralisasikan sistem tersebut diperbolehkan atau tidak dalam Islam. Hal ini dikarenakan sistem yang digunakan oleh setiap perusahaan berbeda-beda. Sebagai contoh, dilihat dari sistem penggajian, ada perusahaan MLM yang menggaji anggotanya berdasarkan banyaknya produk yang dijual. Namun ada juga perusahaan MLM yang membayar gaji anggotanya berdasarkan keberhasilannya merekrut anggota baru. Perusahaan yang pertama jelas diperbolehkan, sedangkan pada perusahaan kedua tidak. Hal ini dekarenakan pada perusahaan kedua ada indikasi money game dimana keuntungan perusahaan didapat bukan dari penjualan barang melainkan dari uang pendaftaran yang dibayar oleh anggota baru.
Perusahaan MLM biasanya memberi gaji ataupun bonus kepada upline dengan jumlah yang lebih besar daripada yang mereka berikan kepada downline. Jika dalam sistem tersebut  upline memang bekerja jauh lebih keras dari downline maka hal tersebut wajar. Namun bila dalam sistem yang berkaitan yang bekerja lebih keras adalah downline sementara penghasilan yang didapatkan upline justru lebih besar dari downline, maka hal tersebut tidak dibenarkan dalam Islam.
Lalu bagaimana jika dilihat di luar perspektif Islam. Tanpa memendang halal atau haramnya bisnis tersebut, apakah MLM merupakan suatu alternatif bisnis yang baik untuk kita semua? Berbisnis MLM dianggap salah satu cara terbaik bagi oarang-orang yang tidak memiliki banyak waktu luang karena bisnis ini dapat dilakukan dengan waktu yang fleksibel. Namun kenyataannya, mendapatkan uang melalui MLM justru membutuhkan waktu dan pengorbanan yang lebih besar jika kita tidak bijak dalam melakukan bisnis tersebut. Misalnya jika kita tidak jeli, kita akan menganggap semua orang yang ada disekitar kita adalah prospek sehingga waktu kita untuk bertemu orang-orang sekitar akan kita gunakan untuk memasarkan. Kemudian hal tersebut akan menjadi suatu kebiasaan yang menghabiskan waktu dan justru akan mengganggu aktivitas lain.
Dari sisi pembeli, pada produk-produk MLM sangat sering terdapat diskon-diskon atau promo-promo lain yang sepertinya menarik bagi kita. Namun kita tidak boleh tergiur begitu saja dengan penawaran yang diberikan. Kita harus memperhatikan bagaimana harga produk tersebut sebelum didiskon dan mungkin kita bisa membandingkan harga produk tersebut dengan harga produk sejenis yang diproduksi oleh perusahaan nonMLM. Jika harga produk MLM tadi jauh lebih mahal maka ada indikasi bahwa harga produk itu bukan merupakan harga barangnya. Artinya produk tersebut sengaja dijual dengan harga yang jauh lebih tinggi dari ongkos produksi barang tersebut. Selisih yang besar tadi merupakan insentif atau bonus untuk anggota yang berhasil menjual produk  tersebut, bahkan insentif untuk upline-upline nya. Dengan kata lain, kita membayar sejumlah uang yang jauh lebih besar untuk membayar upah distributornya daripada untuk membayar barang itu sendiri.
Mayoritas perusahaan MLM adalah perusahaan asing. Jika kita terlalu tergantung terhadap produk-produk asing yang ditawarkan oleh perusahaan-perusahhaan MLM tersebut, produk lokal akan semakin berkurang peminatnya sehingga  omset dari industri-industri lokal akan semakin berkurang. Kemudian hal ini akan berdampak pada melemahnya perekonomian lokal.
Dari penjelasan-penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa ternyata selain dari perspektif syariah, masih banyak hal-hal yang perlu diperhatikan untuk menentukan keputusan bisnis dan ekonomi yang akan kita lakukan. Boleh atau tidaknya suatu kegiatan bisnis dilakukan harus dikaji terlebih dahulu. Jika memang diperbolehkan, kita juga tetap harus mempertimbangkan secara matang keuntungan serta kerugian yang akan kita dapatkan nanti.