Oleh : Tiara Wijayaningrum (Manajemen 2011)
Dalam memulai usaha, seringkali kita dihadapkan oleh berbagai
pilihan. Sekilas mungkin kebanyakan orang akan berpikir untuk memulai usaha
dagang. Entah itu secara retail, direct selling, atau bahkan pemasaran
berjenjang yang biasa disebut dengan MLM (Multi-Level
Marketing) yang sedang marak dewasa ini. Jika kita cermati, banyak sekali orang
yang berkecimpung dan memilih alternatif marketing ini. Berbagai kalangan
seperti ibu rumah tangga, bahkan pelajar dan mahasiswa menekuni MLM sebagai
pekerjaan sampingan (part-time job).
Apakah MLM itu? Mengapa MLM mampu menarik banyak kalangan
untuk menekuninya? MLM adalah sistem penjualan yang memanfaatkan konsumen
sebagai tenaga penyalur secara langsung. Harga barang yang ditawarkan di
tingkat konsumen adalah harga produksi ditambah komisi yang menjadi hak
konsumen karena secara tidak langsung telah membantu kelancaran distribusi. Adanya
upline dan downline merupakan ciri dari MLM. Upline (promotor) adalah anggota yang sudah mendapatkan hak
keanggotaan terlebih dahulu. Sedangkan downline
(bawahan) adalah anggota baru yang mendaftar atau direkrut oleh promoter. Hal
umum yang menjadi alasan mengapa banyak kalangan memilih MLM antara lain karena
memiliki prospek keuntungan yang menggiurkan. Alasan tersebut cukup kuat untuk
membutakan mata bagi para pemula yang ingin memulai usaha, sehingga jarang
memandang halal atau haramnya hal tersebut.
Orang awam mungkin akan beranggapan bahwa MLM adalah
sesuatu yang absolut halal ataupun haram. Namun jika dikaji secara mendalam
kita tidak dapat secara langsung menyatakan demikian. Masih banyak aspek yang
perlu dipertimbangkan untuk menilai apakah MLM itu halal, atau haramkah? Dalam
kegiatan perdagangan terdapat tiga penyebab umum dilarangnya transaksi, antara
lain karena haram zatnya, haram selain zatnya (tadlis, ikhtikar, riba, dll.),
dan tidak sah akadnya. Bagaimana dengan MLM? Apakah MLM termasuk dalam kriteria
yang telah disebutkan di atas?
Istilah MLM sering dirancukan dengan permainan uang (money game). Jika dalam MLM banyaknya
bonus didapat dari besar kecilnya omzet yang didistribusikan melalui
jaringannya, pada money game
banyaknya bonus pada umumnya diperoleh dari perekrutan anggota. Money game sangat jelas diharamkan
karena hal tersebut dapat mengakibatkan downline
yang berada dalam dasar piramid (skema Ponzi) kesulitan untuk merekrut anggota
baru dalam mengembangkan bisnisnya. Logikanya, jika seseorang telah mendaftar
dengan sejumlah uang yang telah dibayarkan kepada suatu perusahaan MLM (sebut: money game), maka untuk mengembalikan
modal dalam bentuk komisi dan bonus, orang tersebut pasti akan mencari “korban”
baru untuk direkrut, sang “korban” akan mencari “korban” lagi, dan seterusnya
bahkan sampai populasi manusia di dunia ini habis jika perlu. Sangat
menguntungkan sekali jika seseorang berada di puncak piramid, berbeda sekali
dengan orang-orang yang berada di dasar piramid. Mereka akan merasa sangat
dirugikan. Parahnya, kita kadang dihadapkan pada kesulitan membedakan MLM
dengan money game yang mana
menggabungkan komposisi antara bonus perekrutan dan bonus omzet. Tidak sedikit
perusahaan MLM yang menggunakan komposisi ini untuk meraih keuntungan sebanyak
mungkin dengan memanipulasinya.
Pada dasarnya, alternatif MLM secara tidak langsung
bermanfaat jika diaplikasikan di negara yang sedang berkembang seperti
Indonesia. Apalagi Indonesia memiliki jumlah penduduk yang cukup besar, yaitu sekitar
240 juta dan 8,1 juta diantaranya tercatat sebagai pengangguran. Dengan permisalan
yang cukup sederhana, kita asumsikan jika 8 juta orang tersebut menekuni usaha
MLM maka secara tidak langsung pendapatan per kapita meningkat, GDP (Gross Domestic Product) turut meningkat,
pertumbuhan ekonomi meningkat, dan secara otomatis akan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat (welfare). But that’s not as simple as theory.
Dalam prakteknya, menekuni usaha MLM tidak semudah yang kita bayangkan.
Keuntungan yang cukup besar tidak mudah diperoleh secara instan.
Dalam MLM,
seseorang yang dulunya menjadi downline
merangkak perlahan untuk menjadi upline
memerlukan usaha yang cukup tinggi. Namun sangat disayangkan, dalam hal ini
jika sebuah perusahaan MLM yang legal dan jelas tertera halal sistemnya (fair dan tidak merugikan anggota) dapat
pula terperosok ke dalam suatu bisnis yang haram oleh oknum tertentu. Mengapa
hal tersebut dapat terjadi? Kekhilafan manusia termasuk salah satu faktornya,
yaitu keserakahan dan ketidaksabaran. Contohnya, seorang upline yang notabene ambisius akan
melakukan hal apapun untuk meraih hal yang dinginkannya. Misalnya saja perusahaan
MLM menawarkan sesuatu yang menggiurkan seperti meraih pendapatan puluhan juta
per bulan, jalan-jalan ke luar negeri, namun dengan syarat-syarat tertentu yang
pastinya berkaitan dengan aktivitas upline
dan downline dalam menjalankan
bisnisnya. Karena diiming-imingi hal tersebut, seorang upline yang ambisius akan selalu memberikan doktrin kepada downline
agar dapat meraih keingginan mereka. Upline
akan terus men-courage downline untuk mengejar target yang
mereka berikan dengan alasan kepentingan bersama. Namun jika hal ini terus
dibiarkan, secara psikologis seorang downline
akan mengalami dilema. Di satu sisi menginginkan bonus dan komisi yang
dijanjikan perusahaan MLM dan privilege dari
upline, namun di sisi lain downline tersebut merasa dizalimi karena
sikap upline yang terkesan annoying. Secara tidak langsung downline akan merasa tereksploitasi
karenanya. Jelas hal tersebut haram karena mengandung substansi negatif yang
dapat mengakibatkan orang lain menderita.
Dari sini
dapat ditarik kesimpulan: ketika ingin menekuni MLM sebagai usaha, maka hal
pertama yang perlu diperhatikan adalah halal atau haramkah produk yang
diperdagangkan, dan bermanfaatkah produk tersebut bagi kemaslahatan umat. Kejelian
dalam membedakan antara MLM dan money game
juga butuh pengamatan yang mendalam karena adanya suatu mix dari perusahan MLM yang berusaha memanipulasi hukum.
Selanjutnya, perlu diperhatikan sistem dari perusahaan MLM tersebut, fair atau unfairkah? Namun jika masih terdapat keraguan, maka sebaiknya bisnis
tersebut dihindari. Toh masih banyak pula peluang bisnis lain yang memiliki
prospek yang cukup memuaskan.
CMIIW J
0 komentar:
Posting Komentar