Laskar KnKEI 2012

Laskar KnKEI adalah sebutan untuk anggota Departemen KnKEI SEF UGM. Orang - orang inilah yang berada di balik layar pelaksanaan program kerja selama KnKEI.

Laskar KnKEI 2011

Laskar KnKEI adalah sebutan untuk anggota Departemen KnKEI SEF UGM. Orang - orang inilah yang berada di balik layar pelaksanaan program kerja selama KnKEI.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions..

#Indonesia Tanpa Riba

Mari berjuang untuk Indonesia yang lebih baik

Kuliah non-Kurikuler Ekonomi Islam

Mari kita mengenal Ekonomi Islam lebih dekat ..

Senin, 19 November 2012

KuKIS 2012

KuKIS atau Kuliah Umum Ekonomi Islam merupakan puncak acara dari serangkaian kegiatan Kuliah non-Kurikuler Ekonomi Islam 2012.
Pembicara: Bapak Dahlan Siamat - Departemen keuangan Republik Indonesia
Tema: Surat Berharga Syariah Negara
Waktu: Sabtu, 24 November 2012 / Pukul: 08.00-11.30 WIB
Tempat: Auditorium Djarum, Pertamina Tower lt. 6 FEB UGM
Jl. Sosiohumaniora, Bulaksumur 1, Yogayakarta
Acara:
  • Sosialisasi Surat Berharga Syariah Negara 
  • Pengumuman dan pemberian hadiah untuk peserta KnKEI 2012 terbaik
  • Pembagian Sertifikat KnKEI 2012

Rabu, 07 November 2012

Happy Birthday


Selamat Ulang Tahun untuk  Muhammad Wendy Hidayat (Akuntansi/2010) 


Semoga panjang umur, sehat selalu, dan semua cita-citanya bisa tercapai.
Semoga selalu dalam lindungan Allah SWT, aamiin yaa Robbal alamin :)


@KnKEI_SEFUGM

Sabtu, 27 Oktober 2012

Selamat Hari Raya Idul Adha 1433 H


Selamat Hari Raya Idul Adha 1433 Hijriah, semoga selalu dalam lindungan dan rahmat dari Allah SWT,.

aamiin ..


Rabu, 17 Oktober 2012

Selamat Datang Laskar KnKEI MUDA !!


Ekonomi Islam



Islam merupakan agama yang bersifat universal. Tak hanya mengatur kehidupan manusia dari sisi kerohaniannya saja, namun segi-segi kehidupan manusia yang lain pun menjadi objek yang turut diatur dalam agama Islam. Segala pengaturan segi-segi kehidupan manusia ini, mulai dari hal-hal yang sangat sederhana hingga yang bersifat kompleks tercantum dalam Al-Quran dan telah dicontohkan pula oleh tauladan kita Nabi Muhammad SAW. Ekonomi menjadi salah satu aspek penting dalam  kehidupan manusia yang diatur dalam Islam. Mulai dari tata cara pelaksanaan ekonomi menurut Islam, kegiatan-kegiatan ekonomi yang dilarang Islam, serta masih banyak lagi permasalahan ekonomi lainnya.

Salah satu sistem ekonomi yang masih eksis hingga saat ini dan tak dipungkiri telah menjadi bagian dalam kehidupan umat manusia saat ini yakni sistem ekonomi konvensional. Menurut Dr. Muhammad Nafik HR sebagai salah seorang pengajar Ilmu Ekonomi Islam, ekonomi konvensional hanya memandang manusia dari sisi jasmaniyahnya saja, yakni bahwa manusia memiliki hasrat  untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dari sumber yang terbatas. Karenanya, dalam ekonomi konvensional, kebutuhan manusia sangat mungkin dipenuhi dengan cara yang berlebihan untuk semaksimal mungkin mencapai kepuasan manusia (maximize utility) yang justru mendorong manusia serakah. Sementara aspek-aspek lain di luar jasmaniyah, seperti akal, hati, nafsu, dan jiwa / agama tidak menjadi perhatian dalam ekonomi konvensional. Yang dihasilkan kemudian hanyalah sekedar makhluk ekonomi yang timpang. 

Lalu, bagaimana ekonomi  menurut Islam?
Sebelum menelaah persoalan ini lebih jauh, ada baiknya jika terlebih dahulu memahami bagaimana ekonomi dalam Islam atau lebih dikenal dengan istilah “sistem ekonomi Islam”. Sistem ekonomi Islam adalah sistem ekonomi yang bersumber dari Al-quran, diatur berdasarkan aturan agama Islam, dan didasari dengan tauhid. Berdasar pada analisis yang dilakukan oleh para ahli ekonom, ekonomi Islam mampu mengatasi permasalahan ekonomi konvensional yang telah disebutkan sebelumnya,  karena tujuan ekonomi Islam tidak lain adalah kemaslahatan umat dengan memperhatikan maqashid syariah, baik dari sisi agama/keimanan (ad-din), jiwa (an-nafs), akal (al-aql), keturunan (an-nasl), dan harta benda (al-maal).

Berdasarkan opini Dr. Nafik, jika pada dekade terakhir ini sistem ekonomi Islam baru marak diperbincangkan oleh dunia, hal itu karena memang sistem ekonomi Islam lah yang mampu menjawab permasalahan ekonomi dunia dari dulu hingga sekarang. Hanya saja, ia pernah tenggelam dalam pertarungan sejarah ekonomi dunia sehingga yang kita kenal saat ini hanyalah sistem ekonomi konvensional yang diajarkan di banyak perguruan tinggi.

Pada dasarnya, Islam menganggap kekayaan di bumi ini sebagai  bentuk amanah dari Allah dan sudah semestinya digunakan dengan baik.  Oleh karena itu, Islam telah menyediakan sebuah sistem ekonomi yang sempurna di dalam mempergunakan sumber-sumber yang dikaruniakan oleh Allah dalam hal pemenuhan kebutuhan yang dikehendaki oleh setiap umat manusia.  Dengan tujuan yang paling utama yakni ibadah pada Allah ta'ala dan tercapainya kesejahteraan manusia.

Ayo belajar ekonomi Islam ... . .


Pembangunan Ekonomi dalam Perspektif Syariah

Oleh : Anindya Diah Mentari              
 
Saat menjalankan pembangunan ekonomi suatu negara, tentu saja aspek terpenting yang harus dimiliki ialah konsep yang digunakan. Setelah itu, diperlukan adanya pemberlakuan evaluasi terkait konsep yang digunakan tersebut. Pemberlakuan evaluasi ini dalam rangka mengoreksi sesuai atau tidaknya suatu konsep jika diberlakukan pada suatu negara tertentu. Jika suatu konsep yang tidak sesuai tetap dijalankan tentu saja justru akan membuat permasalahan yang dihadapi semakin kompleks. Sebaliknya, jika suatu negara yang menggunakan suatu konsep tertentu secara tepat, maka niscaya permasalahan yang dihadapi akan dapat teratasi dengan baik.
Jika melihat realitas yang terjadi, pelaksanaan pembangunan ekonomi di Indonesia nyatanya belum dapat memecahkan permasalahan-permasalahan yang terjadi. Sumber daya-sumber daya yang dimiliki belum sepenuhnya mendukung pembangunan ekonomi yang dilaksanakan. Oleh karena itu, diperlukan adanya inovasi terkait dengan konsep saat ini yang akan diganti dengan konsep baru, , dengan harapan dapat memberi dampak yang jauh lebih baik. Konsep sistem ekonomi Islam mungkin dapat menjadi salah satu alternatif yang patut dipertimbangkan untuk diimplementasikan ataupun untuk menggantikan konsep pembangunan ekonomi yang sudah ada sebelumnnya.
Konsep sistem ekonomi Islam mengacu pada sistem syariah yang menjadi aturan agama Islam. Dalam pandangan ekonomi Islam, inti permasalahan ekonomi yang harus dipecahkan adalah permasalahan perolehan kegunaan. Permasalahan ini berasal dari pandangan kepemilikan, pengelolaan kepemilikan, dan distribusi kekayaan untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidup. Untuk memecahkan permasalahan ekonomi tersebut, an-Nabhani menggariskan perlunya hukum-hukum yang mengatur kepemilikan, pengelolaan kepemilikan, dan distribusi kekayaan (disebut juga tiga kaidah perekonomian), serta suatu politik ekonomi dalam rangka pemecahan permasalahan ekonomi. Politik ekonomi Islam merupakan pemecahan masalah utama yang dihadapi setiap orang sebagai manusia yang hidup dengan interaksi-interaksi tertentu, serta memungkinkan orang tersebut untuk meningkatkan taraf hidupnya dengan gaya hidup tertentu yakni yang berlandaskan syariat Islam.

Perombakan-perombakan ulang kiranya perlu dilaksanakan dalam rangka mengatasi permasalahan-permasalahan ekonomi tersebut. Struktur pertama yang harus dirombak adalah struktur sistem kepemilikan. Pembagian sistem kepemilikan menjadi kepemilikan individu, kepemilikan negara, dan kepemilikan umum merupakan langkah pembentukan struktur ekonomi yang sangat penting. Struktur kedua yang harus dirombak adalah yang berkaitan dengan masalah pengembangan kekayaan atau investasi. Sistem ekonomi kapitalis menciptakan kegiatan ekonomi berbasis riba dan judi sehingga perbankan dan bursa saham menjadi poros ekonomi. Akibatnya, ekonomi didominasi sektor keuangan yang mempercepat tingkat ketimpangan. Struktur ketiga adalah terciptanya suatu kondisi dimana setiap warga negara dapat memenuhi kebutuhan pokoknya. Politik ekonomi Islam harus menjadi basis kebijakan ekonomi. Politik ekonomi Islam adalah politik yang menjamin setiap warga negara dapat memenuhi kebutuhan pokok dan mendorong mereka untuk memenuhi kebutuhan sekunder dan tersiernya. Politik ini mencegah kebijakan negara yang pro pertumbuhan dan pemilik modal, serta anti rakyat sebagaimana yang terjadi di Indonesia saat ini.
Dengan menjalankan konsep sistem ekonomi Islam ini sebagai salah satu alternatif penyelesaian masalah yang ada, diharapkan mampu sedikit demi sedikit berkontribusi mengatasi masalah tersebut. Tentu pelaksanaan konsep sistem ini perlu peran penuh serta seimbang antara individu, pemerintah, serta pihak-pihak yang terkait.

Pedoman Islami dalam Islamic Management Wealth



Memahami logika pengelolaan kekayaan berdasarkan prinsip Islam, dapat dilakukan menggunakan penjelasan pemaksimalan kepuasan (utility function) individu Islam dalam mengalokasikan pendapatannya. Orientasi penggunaan pendapatan (kekayaan) secara sederhana akan tertuju pada dua motif. Pertama, orientasi pada alokasi barang dan jasa (sebagai konsekwensi kebutuhan hidup), dan yang kedua orientasi pada alokasi amal shaleh (good deeds). Seiring dengan pemahaman pada ketentuan syariat dan keyakinan pada nilai-nilai akidah dan akhlak, maka diyakini kecenderungan prilaku individu pemilik kekayaan adalah mengalokasikan pendapatannya untuk barang dan jasa maksimum sebatas kebutuhan dasarnya ( basic needs), sehingga sebagai trade-off sisa pendapatannya teralokasikan pada amal shaleh. Dan pada kondisi itu alokasi amal shaleh akan mencapai tingkat yang maksimal.
Seiring dengan maksimalnya alokasi pendapatan untuk amal shaleh, individu tersebut yakin bahwa Allah akan melipatgandakan rizkinya, sehingga pada masa yang akan datang garis Budget Constraint  akan semakin meningkat. Secara ekstrem, bagi individu mukmin (muslim yang beriman), peningkatan pendapatan tidak merubah tingkat alokasi pendapatannya untuk barang dan jasa (karena ia akan memelihara pada tingkat kebutuhan dasarnya yang sejak awal telah teridentifikasi), tetapi yang berubah dan meningkat adalah amal shaleh. Ini yang disebut dengan pengelolaan kekayaan yang berorientasi pada pemaksimalan kemanfaatan diri (diukur berdasarkan kekayaannya (belum termasuk waktu, pikiran dan tenaga).
Dibawah ini pedoman dalam aplikasi pengelolaan kekayaan secara Islam.

Mencari Harta
1. Niat, cara dan tujuan hanya dikarenakan, digariskan dan ditujukan untuk Allah (halal dan thayib)
2. Mendukung Ibadah dan amal shaleh bukan menghambat Ibadah dan amal shaleh
3. Mempertimbangkan optimalisasi kontribusi secara waktu, tenaga dan harta bagi; dakwah, masyarakat dan keluarga

Membelanjakan Harta
1. Mempertimbangkan kebutuhan dasar
2. Mempertimbangkan kemanfaatan atau optimalisasi amal shaleh; kepentingan dakwah dan masyarakat
3. Mempertimbangkan kepentingan dakwah, masyarakat dan keluarga yang bersifat mendesak

Menyisihkan Harta
1. Menabung
i. Kebutuhan (bukan keinginan) di masa depan
ii. Kebutuhan sekarang yang mendesak
iii. Tidak bermotif menumpuk harta

2. Investasi/Usaha
i. Niat, cara dan tujuan hanya dikarenakan, digariskan (syariat) dan ditujukan untuk Allah (halal dan thayib)
ii. Mempertimbangkan kontribusi kemanfaatan atau amal shaleh yang maksimal bagi manusia lain; lingkungan keluarga dan masyarakat
iii. Mendukung kesejahteraan (kemandirian ekonomi ummat) dan dakwah

Aktivitas pengelolaan harta juga harus dilandasi oleh prinsip keyakinan bahwa setiap harta yang dibelanjakan dijalan Allah akan Allah lipat gandakan balasannya, baik berupa pahala maupun balasan harta materil (monetary gain). Keyakinan ini pula yang nanti pada pembahasan pengelolaan kekayaan selanjutnya dalam rangka melindungi nilainya, menjadi sangat krusial. Karena salah satu cara melindungi nilai kekayaan dalam Islam (Islamic Hedging) adalah menginfakkannya di jalan Allah. Aneh? Ya seperti itulah sebenarnya logika ekonomi Islam yang seharusnya menjadi keyakinan para pelakunya, yang kemudian menjadi built in dalam prilaku ekonomi. Mari renungkan kalimat mulia di bawah ini.

"Allah SWT tidak mewahyukan kepadaku untuk mengumpulkan harta benda dan menjadi pedagang. Namun aku diperintahkan sebagaimana yang tercantum dalam firman-Nya, Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan jadilah kamu di antara orang-orang yang bersujud (shalat). Dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal). (QS. Al Hijr: 98-99). Jadi dalam Islam, untuk memenuhi kebutuhan hidup tidak hanya memikirikan keuntungan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja namun juga mempertimbangkan unsur-unsur ibadah didalamnya (faktor akhirat).

Akhlak Pengusaha Muslim dan Perannya Untuk Kemajuan Daerah



“Suatu negara akan cukup kuat apabila dua persen dari jumlah warga negaranya adalah pengusaha” - (David Mc Clelland)

Tidak bisa dipungkiri bahwa keberadaan jumlah pengusaha akan sangat berperan dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara. Banyaknya jumlah wirausahawan tentunya akan memberikan banyak keuntungan terhadap sekitarnya. Diantaranya adalah mengentas jumlah pengangguran. Namun akan sia-sia tentunya apabila pertumbuhan ekonomi itu tidak dibarengi dengan peningkatan kualitas mutu para pelaku namun justru mencederai kualitas akhlak para pelaku usaha tersebut. Maka dari itu menjadi tantangan bagi umat muslim terutama yang berprofesi sebagai wiraswasta untuk menjaga kualitas akhlak dengan menjalankan bisnis mereka sesuai ajaran dan hukum islam.
Sebelum masuk lebih jauh, marilah kita lihat bersama-sama melihat potensi masyarakat muslim di Indonesia. Jumlah penduduk Indonesia sekitar 231 juta jiwa dengan jumlah umat muslim sekitar 114 juta. Maka jika kita hitung dua persen dari jumlah rakyat Indonesia, kita membutuhkan 4,6 juta rakyat untuk berwirausaha atau dengan menambah empat juta pengusaha lagi dari enam ratus ribuan jumlah pengusaha di Indonesia. Artinya angka empat juta itu bisa ditutup dengan jumlah masyarakat muslim yang kita miliki.
Menjadi pengusaha muslim seharusnya ada tiga hal penting yang menjadi niat dalam berwirausaha. Yang pertama adalah ibadah ; segala aktifitas adalah untuk mencapai keridhaan-Nya. Selanjutnya  adalah kalifah ; berkarya seoptimal mungkin, sehingga saat kematian kita kelak adalah puncak kita berkarya dalam hidup ini yang bermanfaat bagi peradaban manusia, mensejahterakan diri dan orang lain. Dan yang terakhir adalah dakwah ; apapun aktifitas yang kita lakukan, menjadi pencerminan pribadi-pribadi yang menjadi teladan dalam kebenaran.Selain itu ada banyak hal yang dicontohkan rasul kita Muhammad SAW dalam menjalankan bisnis.
Pertama, jujur. Jujur adalah sifat utama dan akhlak muslim yang tinggi nilainya. Di antara bentuk kejujuran dalam bisnis adalah seorang pedagang harus memberikan penjelasan yang transparan kepada konsumen dalam proses jual beli tentang barang-barangnya hingga menjadikan konsumen merasa yakin dan puas untuk membelinya. Cara inilah yang akan membawa keberkahan di sisi Allah ta’ala.
Kedua, amanah. Merupakan hal yang wajib bagi setiap pengusaha muslim untuk menghiasi dirinya dengan sifat amanah sehingga dapat dipercaya oleh manusia.Di antara bentuk amanah dalam bisnis adalah tidak mengurangi takaran dan timbangan dari barang-barang dagangannya, sehingga tidak merugikan konsumen.
Ketiga, toleran. Sikap toleran adalah pembuka pintu rezeki dan jalan untuk memperoleh kehidupan yang mapan dan aman. Di antara manfaat bersikap toleran adalah dipermudah dalam transaksi, dipermudah dalam interaksi, dan dipercepat perputaran modalnya oleh Allah.
Keempat, menepati janji. Islam adalah agama yang sangat menganjurkan umatnya untuk selalu menepati akad dan perjanjian dan semua bentuk komitmen yang telah disepakati. Islam menegaskan agar setiap muslim memenuhi janjinya, selama perjanjian tersebut sesuai dengan garis-garis ajaran syariat. Hal ini dibuktikan ketika Islam menganjurkan agar setiap muslim mencari berbagai macam metode tautsiq (menetapkan kepercayaan) termasuk di dalamnya dengan tulisan.
Apabila setiap pengusaha muslim mematuhi minimal empat kriteria diatas, tentunya akan ada sebuah lingkungan bisnis yang sehat yang tidak hanya profit oriented namun juga berjuang demi kemaslahatan seluruh umat sesuai dengan prinsip utama ekonomi syariah. Selain itu, lebih pribadi, untuk mendapatkan keberkahan atas halalnya hasil yang kita dapatkan. Yang terpenting tentunya untuk menjaga kualitas akhlak manusia sesuai dengan ajaran Islam.

Senin, 01 Oktober 2012

Happy Birthday


Selamat Ulang Tahun untuk Anindya Diah M (Manajemen/2011) 


Semoga panjang umur, sehat selalu, dan semua cita-citanya bisa tercapai.
Semoga selalu dalam lindungan Allah SWT, aamiin yaa Robbal alamin :)

@KnKEI_SEFUGM

Kamis, 06 September 2012

matrikulasi knkei sef ugm

Matrikulasi Kuliah non Kulikuler Ekonomi Islam 2012,
pada hari Sabtu, tanggal: 08 September 2012
pukul : 08.00 WIB
tempat: Ruang U303 FEB UGM, Yogyakarta

Selasa, 14 Agustus 2012

Happy Birthday

Selamat Ulang Tahun untuk  Ananda Agustin Fitriana (Akuntansi/2010) 


Semoga panjang umur, sehat selalu, dan semua cita-citanya bisa tercapai.
Semoga selalu dalam lindungan Allah SWT, aamiin yaa Robbal alamin :)


@KnKEI_SEFUGM

Jumat, 13 Juli 2012

Grand Opening KnKEI 2012

بِسْــــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّØ­ْÙ…َÙ†ِ اارَّØ­ِيم

KnKEI 2012
Syariah Economics Forum (SEF) UGM, present:

|| KULIAH NON KURIKULER EKONOMI ISLAM ||
# Sertifikasi IAEI (Ikatan Ahli Ekonomi Islam)

WAKTU PELAKSANAAN :
Setiap Sabtu
Tanggal 15 September – 20 Oktober 2012 (6x pertemuan dan 1x matrikulasi)

PILIHAN KELAS :
1. Kelas Dasar (Sold Out)
Materi : Ilmu ekonomi islam dan sejarah pemikiran ekonomi Islam
2. Kelas Lanjutan (Tempat Terbatas)
Materi : Akuntansi Perbankan Syariah dan Lembaga Keuangan Islam non-Bank

FASILITAS :
- 6x pertemuan dan 1x matrikulasi
- Sertifikat
- Snack
- Blocknote
- Ruangan ber-AC
- Uang Pembinaan dari BNI Syariah bagi 2 peserta terbaik
- Kesempatan untuk mendapatkan pengajaran langsung dari dosen-dosen FEB UGM, UII, UMY, STEIYO, STEI HAMFARA, BNI SYARIAH, DANAREKSA, dll.

KONTRIBUSI :
- Rp 150.000,00 untuk S1 dan D3
- Rp 200.000,00 untuk S2 dan Umum

WAKTU PENDAFTARAN :
Setiap hari Jum’at pukul 09.00 – 15.00 WIB
Mulai tanggal 13 – 27 Juli 2012

TEMPAT PENDAFTARAN :
Selasar Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB)
Universitas Gadjah Mada
Jl. Sosio Humaniora 1, Yogyakarta

CONTACT PERSON :
085 694 255 616 (Wendy)
085 725 751 552 (Nanda)

JOIN and VISIT us
Email : laskarknkei@gmail.com
Blog : laskarknkei.blogspot.com
Facebook : KnKEI SEF UGM
Twitter : @KnKEI_SEFUGM

Minggu, 01 Juli 2012

MLM SEBAGAI ALTERNATIF USAHA

Oleh : Tiara Wijayaningrum (Manajemen 2011)

                Dalam memulai usaha, seringkali kita dihadapkan oleh berbagai pilihan. Sekilas mungkin kebanyakan orang akan berpikir untuk memulai usaha dagang. Entah itu secara retail, direct selling, atau bahkan pemasaran berjenjang yang biasa disebut dengan MLM (Multi-Level Marketing) yang sedang marak dewasa ini. Jika kita cermati, banyak sekali orang yang berkecimpung dan memilih alternatif marketing ini. Berbagai kalangan seperti ibu rumah tangga, bahkan pelajar dan mahasiswa menekuni MLM sebagai pekerjaan sampingan (part-time job).
            Apakah MLM itu? Mengapa MLM mampu menarik banyak kalangan untuk menekuninya? MLM adalah sistem penjualan yang memanfaatkan konsumen sebagai tenaga penyalur secara langsung. Harga barang yang ditawarkan di tingkat konsumen adalah harga produksi ditambah komisi yang menjadi hak konsumen karena secara tidak langsung telah membantu kelancaran distribusi. Adanya upline dan downline merupakan ciri dari MLM. Upline (promotor) adalah anggota yang sudah mendapatkan hak keanggotaan terlebih dahulu. Sedangkan downline (bawahan) adalah anggota baru yang mendaftar atau direkrut oleh promoter. Hal umum yang menjadi alasan mengapa banyak kalangan memilih MLM antara lain karena memiliki prospek keuntungan yang menggiurkan. Alasan tersebut cukup kuat untuk membutakan mata bagi para pemula yang ingin memulai usaha, sehingga jarang memandang halal atau haramnya hal tersebut.
            Orang awam mungkin akan beranggapan bahwa MLM adalah sesuatu yang absolut halal ataupun haram. Namun jika dikaji secara mendalam kita tidak dapat secara langsung menyatakan demikian. Masih banyak aspek yang perlu dipertimbangkan untuk menilai apakah MLM itu halal, atau haramkah? Dalam kegiatan perdagangan terdapat tiga penyebab umum dilarangnya transaksi, antara lain karena haram zatnya, haram selain zatnya (tadlis, ikhtikar, riba, dll.), dan tidak sah akadnya. Bagaimana dengan MLM? Apakah MLM termasuk dalam kriteria yang telah disebutkan di atas?
            Istilah MLM sering dirancukan dengan permainan uang (money game). Jika dalam MLM banyaknya bonus didapat dari besar kecilnya omzet yang didistribusikan melalui jaringannya, pada money game banyaknya bonus pada umumnya diperoleh dari perekrutan anggota. Money game sangat jelas diharamkan karena hal tersebut dapat mengakibatkan downline yang berada dalam dasar piramid (skema Ponzi) kesulitan untuk merekrut anggota baru dalam mengembangkan bisnisnya. Logikanya, jika seseorang telah mendaftar dengan sejumlah uang yang telah dibayarkan kepada suatu perusahaan MLM (sebut: money game), maka untuk mengembalikan modal dalam bentuk komisi dan bonus, orang tersebut pasti akan mencari “korban” baru untuk direkrut, sang “korban” akan mencari “korban” lagi, dan seterusnya bahkan sampai populasi manusia di dunia ini habis jika perlu. Sangat menguntungkan sekali jika seseorang berada di puncak piramid, berbeda sekali dengan orang-orang yang berada di dasar piramid. Mereka akan merasa sangat dirugikan. Parahnya, kita kadang dihadapkan pada kesulitan membedakan MLM dengan money game yang mana menggabungkan komposisi antara bonus perekrutan dan bonus omzet. Tidak sedikit perusahaan MLM yang menggunakan komposisi ini untuk meraih keuntungan sebanyak mungkin dengan memanipulasinya.
            Pada dasarnya, alternatif MLM secara tidak langsung bermanfaat jika diaplikasikan di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Apalagi Indonesia memiliki jumlah penduduk yang cukup besar, yaitu sekitar 240 juta dan 8,1 juta diantaranya tercatat sebagai pengangguran. Dengan permisalan yang cukup sederhana, kita asumsikan jika 8 juta orang tersebut menekuni usaha MLM maka secara tidak langsung pendapatan per kapita meningkat, GDP (Gross Domestic Product) turut meningkat, pertumbuhan ekonomi meningkat, dan secara otomatis akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat (welfare). But that’s not as simple as theory. Dalam prakteknya, menekuni usaha MLM tidak semudah yang kita bayangkan. Keuntungan yang cukup besar tidak mudah diperoleh secara instan.
Dalam MLM, seseorang yang dulunya menjadi downline merangkak perlahan untuk menjadi upline memerlukan usaha yang cukup tinggi. Namun sangat disayangkan, dalam hal ini jika sebuah perusahaan MLM yang legal dan jelas tertera halal sistemnya (fair dan tidak merugikan anggota) dapat pula terperosok ke dalam suatu bisnis yang haram oleh oknum tertentu. Mengapa hal tersebut dapat terjadi? Kekhilafan manusia termasuk salah satu faktornya, yaitu keserakahan dan ketidaksabaran. Contohnya, seorang upline yang notabene ambisius akan melakukan hal apapun untuk meraih hal yang dinginkannya. Misalnya saja perusahaan MLM menawarkan sesuatu yang menggiurkan seperti meraih pendapatan puluhan juta per bulan, jalan-jalan ke luar negeri, namun dengan syarat-syarat tertentu yang pastinya berkaitan dengan aktivitas upline dan downline dalam menjalankan bisnisnya. Karena diiming-imingi hal tersebut, seorang upline yang ambisius akan selalu memberikan doktrin kepada downline agar dapat meraih keingginan mereka. Upline akan terus men-courage downline untuk mengejar target yang mereka berikan dengan alasan kepentingan bersama. Namun jika hal ini terus dibiarkan, secara psikologis seorang downline akan mengalami dilema. Di satu sisi menginginkan bonus dan komisi yang dijanjikan perusahaan MLM dan privilege dari upline, namun di sisi lain downline tersebut merasa dizalimi karena sikap upline yang terkesan annoying. Secara tidak langsung downline akan merasa tereksploitasi karenanya. Jelas hal tersebut haram karena mengandung substansi negatif yang dapat mengakibatkan orang lain menderita.
Dari sini dapat ditarik kesimpulan: ketika ingin menekuni MLM sebagai usaha, maka hal pertama yang perlu diperhatikan adalah halal atau haramkah produk yang diperdagangkan, dan bermanfaatkah produk tersebut bagi kemaslahatan umat. Kejelian dalam membedakan antara MLM dan money game juga butuh pengamatan yang mendalam karena adanya suatu mix dari perusahan MLM yang berusaha memanipulasi hukum. Selanjutnya, perlu diperhatikan sistem dari perusahaan MLM tersebut, fair atau unfairkah? Namun jika masih terdapat keraguan, maka sebaiknya bisnis tersebut dihindari. Toh masih banyak pula peluang bisnis lain yang memiliki prospek yang cukup memuaskan.

CMIIW J

MLM Halal atau Haramkah?

Oleh : Sri Maharani Widyastuti (Akuntansi 2011)

Masih bingung tentang MLM?
Masih ragu dengan kehalalannya?
Sebenarnya apa sih MLM itu?
Akhir-akhir ini marak dibicarakan mengenai sistem pemasaran  berjenjang yang lebih ngetrend dengan sebutan  MLM (Multi level marketing). MLM pada dasarnya merupakan salah satu bentuk sistem pemasaran yang digunakan untuk mempromosikan  produk tertentu kepada masyarakat dengan cara penjualan yang memanfaatkan konsumen sebagai tenaga penyalur secara langsung.
Seiring dengan perkembangn dalam prakteknya, sistem MLM  menjadi sangat kompleks dan variatif. Berbeda produknya berbeda pula sistemnya. Hal ini yang mengakibatkan perbedaan pandangan mengenai halal dan tidaknya MLM.
Perbedaan antara MLM dengan sistem pemasaran lainnya adalah adanya upline dan downline. Upline atau promotor biasanya adalah anggota yang sudah mendapatkan hak keanggotaan lebih dulu. Sedangkan downline adalah anggota baru yang direkrut oleh upline (promotor). Dengan kata lain downline yang berhasil merekrut anggota baru akan menjadi upline dari anggota baru tersebut dan begitu juga seterusnya. Semakin banyak penjualan yang dilakukan akan semakin besar pula insentif yang didapatkannya. Insetif  yang diberikan dalam pemasaran berjenjang dihitung berdasarkan banyaknya jasa distribusi yang otomatis terjadi jika bawahan melakukan pembelian barang, bukan berapa banyak seorang upline dapat merekrut orang sebagai downline-nya.
Pada kenyatannya banyak ditemukan perbedaan pandangan dalam menafsirkan antara pemasaran berjenjang dengan permainan uang (money game). Pemasaran berjenjang pada hakikatnya adalah sebuah sistem distribusi barang. Banyaknya bonus didapat dari besarnya penjualan yang didistribusikan melalui jaringannya. Sebaliknya, pada permainan uang bonus didapat dari perekrutan, bukan berapa besar penjualan. Kesulitan membedakan pemasaran berjenjang dengan permainan uang terjadi karena bonus yang diterima berupa gabungan dengan komposisi tertentu antara bonus perekrutan dan komisi besarnya  penjualan.
MLM akan sangat merugikan bagi downline yang berada di posisi terakhir apabila tidak dapat menjaring orang lain sebagai downline-nya. Dalam sistem MLM menggunakan sistem seperti bentuk piramid dimana orang yang berada di paling atas akan mendapatkan keuntungan yang paling besar dari pada orang-orang dibawahnya walaupun tanpa bekerja. Di dalam Islam, hal ini tidak dibenarkan karena memdapatkah nafkah tanpa ada pengorbanan dari usahanya sendiri.
Selain dari sistemnya, halal tidaknya MLM juga dapat dari produk apa yang dijual-belikan. Apabila produk yang dijual-belikan memiliki mamfaat bagi konsumen maka dapat dikatakan halal, tetapi apabila produk yang dijual-belikan tidak memiliki mamfaat bagi konsumen maka dapat dikatakan haram.
Ada beberapa hal yang menjadi dasar dalam pemasaran berjenjang antara lain: (1) Tidak ada bonus perekrutan karena bebas biaya bergabung. (2) Produk yang dipasarkan merupakan produk dinamis, misalnya pulsa telepon seluler. (3) Bonus hanya diperoleh dengan adanya pemesanan berulang. (4) Harga produk lebih murah atau hampir sama dengan harga pasar konvensional. (5) Komisi atau bonus tiap transaksi yang dilakukan relatif kecil.


Permodalan dalam Islam


Oleh : Inayah Subandi (Akuntansi 2011)

Islam adalah agama yang sempurna. Segala tingkah laku manusia dari ia bangun tidur hingga tidur lagi, telah diatur dalam al-qur’an. Bahkan sampai dengan kegiatan perekonomian pun, sudah diatur. Kegiatan ekonomi yang telah diatur dalam syariah islam, biasa disebut dengan ekonomi islam/ekonomi syariah. Ekonomi islam bersumber pada Al-Qur’an, Haddits, Ijma’ dan juga ijtihad dan qiyas. Pada jaman berkembangnya peradaban islam di dunia, ekonomi islam dapat berjalan dengan baik dan berkembang dengan pesat. Namun, mulai menghilang setelah peradaban islam runtuh dan negara-negara islam dijajah oleh negara-negara kapitalis dan imperialis. Ekonomi islam yang pada awalnya mulai menghilang seiring dengan runtuhnya peradaban-peradaban islam di dunia, kini mulai berkembang lagi.
Ekonomi islam mengatur jual-beli, sewa-menyewa, hutang-piutang, gadi, asuransi, dan dan juga tentang modal. Modal dalam islam disebut juga ra’sul maal. Ra’su dalam bahasa Arab adalah atas segala sesuatu. Jadi, ra’sul maal diartikan sebagai modal awal/pokok. Menurut pakar ekonomi islam, Sya’ban Fahmi, Ra’sul maal adalah semua kekayaan yang bernilai secara syar’i yang disertai usaha manusia dalam memproduksinya dengan tujuan pengembangan. (Fahmi dalam Mediawati: - )
Modal dapat diperoleh dari diri pribadi atau dengan kerjasama dengan orang lain/pihak lain. Mencampur modal atau melakukan kongsi dengan pihak lain disebut dengan syirkah. Syirkah  secara harfiah berarti mencampur. Sedangkan, syirkah dalam artian fiqih berarti suatu akad antara dua orang atau lebih untuk berkongsi modal dan bersekutu dalam keuntungan. Landasan hukum yang digunakan dalam syirkah adalah Q.S As-Shaad ayat 24, yang artinya:
 “dan sesungguhnya kebanyakan dari orang – orang yang berserikat itu sebagian mereka berbuat kepada sebagian yang lain kecuali orang – orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh.”
dan Hadist dari Abu Hurairah, Rosulullah SAW bersabda:
            “sesungguhnya Allah SWT berfirman, Aku pihak ketiga dari dua orang yang berserikat salama salah satunya tidak menghianati lainnya”. (HR Abu Dawud No 2936 dalam kitab Al Bayu, dan Hakim)
            Modal yang disetorkan dapat berupa uang, barang(berupa barang milik dan juga barang dagangan), dan hak kekayaan intelektual. Jumlah nominal harus diketahui dengan jelas pada awal periode. Untuk barang dan hak kekayaan intelektual, besar nominalnya sesuai dengan kesepakatan awal. Jika terdapat mata uang asing, maka kurs yang digunakan adalah kurs pada hari awal kegiatan tersebut. Uraian di atas memang sekilas tidak berbeda dengan modal pada ekonomi konvensional. Namun, perbedaan itu terletak pada prinsip ekonomi islam yang tidak boleh dilanggar oleh pelaku usaha. Contoh hal-hal yang dilarang adalah, menggunakan modal untuk menjalankan usaha yang bersifat perjuadian/gambling atau melakukan usaha yang mengandung riba, sedangkan pada kapitalis tidak ada pembatasan jenis usaha dan berorientasi maximizing profit menggunakan prinsip “mengeluarkan biaya seminimal mungkin, untuk mendapatkan keuntungan semaksimal mungkin”
      Al-Mawsu’ah, Al-ilmiyahwa, Al-Amaliyah, Al islamiyah berpendapat bahwa ada beberapa kriteria untuk dijadikan acuan/pedoman dalam menilai suatu investasi sesuai dengan Islam atau tidak. Kriteria itu adalah investasi tersebut baik bagi Islam, invstasi tersebut memberikan rezeki yang luas kepada masyarakat, membantas kekafiran, memeperbaiki pendapatan dan kekayaan, memelihara dan menumbuhkembangkan harta, dan yang terakhir melindungi kepentingan masyarakat.




Multi Level Marketing (MLM) dalam Pandangan Islam


Oleh : Damar Romadhoni (Manajemen 2011)

Multi Level Marketing atau yang biasa disebut dengan MLM merupakan suatu sistem bisnis yang dikembangkan oleh orang-orang barat. Kini sistem bisnis ini sudah banyak menular dan diterapkan di negara selain Amerika Serikat, bahkan di negara islam sekalipun. Berdasarkan informasi yang pernah saya dapatkan, saat ini telah ada sekitar 200 jenis MLM bahkan lebih.
Pada intinya, MLM itu jenis perdagangan secara umum dihalalkan oleh Allah Subhanahu wa ta’ala. “Wa ahallallahul-bay'a wa harroma-ribaa” Yang artinya “…Allah menghalalkan jual-beli, dan mengharamkan riba…” Namun MLM dapat dikatakan halal jika memenuhi 5 syarat berikut ini.
  1. Tidak menggunakan sistem mengerucut.
  2. Distributor pertama tidak harus selalu diuntungkan.
  3. Tidak menjual/mentransaksikan barang-barang/produk yang diharamkan oleh syari’at agama Islam.
  4. Tidak mengandung unsur penipuan dan gharar.
    Kadang ada seorang peserta MLM yang sudah semangat mengumpulkan poin, namun pada akhirnya bonus itu tidak dapat diberikan. Hal ini menunjukkan adanya kerugian yang ditimpakan kepada peserta MLM. 
  5. Berikut ini merupakan hal paling penting yang harus kita pahami, yaitu tidak menjadikan barang sebagai permainan, pada dasarnya yang dijadikan target adalah uang. Intinya adalah permainan uang yang menjadi target utama bahkan barang itu tidak pernah dipedulikan keadaannya, mau rusak atau tidak yang penting dapat poin dan uang terus mengalir. Bahkan ketika menjual produk tersebut, dia akan menjualnya dengan penuh kedustaan seperti ketika menawarkan produk sangat berlebihan dalam memuji produknya agar terlihat produk ini adalah produk yang istimewa dan luar biasa. Ini adalah MLM yang menjadikan barang itu hanyalah sebagai simbol, sementara yang dijadikan tujuan utama adalah permainan uang. Tentunya hal ini diharamkan.
Jika kita lihat dari kelima poin diatas, maka hampir semua MLM tidak lepas dari kelima poin diatas. Bahkan bisa diumpamakan kalau seandainya syarat ini benar-benar diterapkan maka sama dengan pengandaian “silahkan renang, tapi jangan sampai basah”, jelas sesuatu hal yang sangat tidak mungkin. Dengan demikian sangat sulit permainan MLM itu ditemukan yang syar’i, sesuai dengan ajaran agama Islam. Oleh karena itu sebaiknya kita menghindar dari sistemnya atau terjun ke dalamnya. Namun jika kita sekedar membeli produknya (yang dijual dengan sistem MLM) maka hal ini dibolehkan dan tidak ada masalah, yang penting kita tidak terikat oleh sistemnya.
Wallahu a’lam..


Sumber :
Kajian bersama ust. Zainal Abidin Syamsudin tentang Hukum MLM (Multi Level Marketing)

BELAJAR BISNIS DARI SANG ENTREPRENEUR LEGENDARIS

Oleh : Muhammad Wendy Hidayat (Akuntansi 2010)
 “Sesungguhnya karakter itu adalah fondasi, apapun kompetensi yang dibangun diatas fondasi ini akan berdiri tegak dengan baik dan benar.”(Erie Sudewo)
Entrepreneurship. Istilah tersebut mempunyai daya tarik yang kuat bagi banyak orang untuk mempelajarinya. Bagaimana tidak, selain menawarkan income yang tidak terbatas, entrepreneurship juga ikut berperan dalam menggerakan perekonomian. Sesuatu yang sangat mulia tentunya. Maka tidak heran jika saat ini banyak orang berlomba – lomba untuk menjadi seorang entrepreneur yang sukses.
Jika bicara tentang entrepreneur, tahukah anda, di dunia ini pernah lahir seorang entrepreneur legendaris yang pernah menguasai perdagangan di seluruh jazirah arab pada masanya ? Yang pada umur 12 tahun sudah menjadi seorang entrepreneur dan berdagang sampai ke Syiria. Muhammad bin Abdullah namanya. Ya benar, dialah nabi besar Muhammad SAW.
                Selain sebagai nabi dan rasul, Muhammad juga terkenal sebagai entrepreneur yang handal. Bahkan jika dihitung, ia lebih lama berkiprah sebagai entrepreneur dibanding menjadi nabi. Perbandingannya adalah 25 tahun (dari umur 12 – 37 tahun) sebagai entrepreneur dan 23 tahun (dari usia 40 – 63 tahun) sebagai nabi. Dengan pengalaman selama itu, tentu kita tidak keliru jika belajar dari filosofi bisnis beliau.
Untuk mempelajari kiat sukses berbisnis ala Rasulullah, hal yang paling penting untuk kita pahami terlebih dahulu adalah bagaimana karakter seorang entrepreneur yang dicontohkan olehnya. Karakter adalah fondasi yang sangat penting dalam menciptakan perilaku bisnis seseorang. Tanpa karakter dasar yang baik dalam berbisnis, seseorang akan mudah tergoda untuk menghalalkan segala cara demi mendapat keuntungan yang sebesar – besarnya serta mudah terpengaruh dalam persaingan bisnis yang tidak sehat. Oleh karena itu, pahami dan pelajari dulu karakter bisnis Rasulullah, baru memperdalam strategi bisnis lainnya yang dicontohkan beliau. Seperti quote diawal tulisan ini, saat “fondasi” kita sudah baik, kompetensi yang berkaitan lainnya tentu akan ikut serta dengan sendirinya.
Setidaknya ada 4 karakter dasar, disamping banyak sifat mulia lainnya yang dimiliki Rasulullah, yaitu:
1.       Siddiq (jujur)
Jujur adalah poin penting dalam menjalankan bisnis. Nabi Muhammad sangat meyakini bahwa membohongi konsumen hanya akan membuat mereka tidak mau bertransaksi lagi dengan kita. Ia mencontohkan bagaimana berperilaku jujur dengan tidak mengingkari janji yang telah disepakati, tidak menyembunyikan cacat atas sesuatu yang ditransaksikan, dan tidak mengelabui harga pasar (asymmetric information).
2.       Amanah (dapat dipercaya)
Kejujuran erat kaitannya dengan karakter amanah. Biasanya orang yang jujur pastilah dapat dipercaya, begitupun sebaliknya. Bersikap amanah mutlak diperlukan dalam setiap kegiatan bisnis. Sebagai seorang pebisnis, Muhammad selalu memberikan hak pembeli dan orang – orang yang memercayakan modalnya kepada beliau. Partner bisnis tidak akan ragu dalam menghabiskan uangnya untuk berbisnis dengan orang – orang yang amanah.
Perilaku amanah meliputi tidak mengurangi sesuatu yang disetujui, tidak menambah sesuatu yang disepakati, dan memberikan sesuatu sesuai pesanan. Dalam salah satu bukunya, Syafii Antonio menjelaskan bahwa sehebat apapun strategi bauran pemasaran (mix marketing) yang bertumpu pada “4P” (product, price, place, and promotion) atau “4C” (commodity, customer, competition, and change) ditempuh, tidak akan sukses tanpa disertai adanya nilai – nilai amanah.
3.       Fatanah (cakap/cerdas):
Dalam karakter fatanah Rasulullah, tertanam kompetensi yang berkualitas dalam menjalankan bisnis. Hal ini berkaitan dengan kemampuan menjaga profesionalisme dan pelayanan yang baik kepada pelanggan, melakukan administrasi dokumen transaksi (konsep akuntansi), mampu mengatasi perubahan yang terjadi di pasar, serta kreatif dan inovatif (thinking out of the box).
4.       Tabligh (menyampaikan)
Dalam kegiatan bisnis, tabligh bisa berarti melakukan komunikasi bisnis yang efektif. Dengan karakter seperti ini Rasulullah mampu menyampaikan keunggulan – keunggulan produk dengan menarik dan tepat sasaran tanpa meninggalkan kejujuran dan kebenaran serta terindar dari tindakan marketing yang menipu konsumen.
Pada kenyataannya kita memang tidak hidup di zaman kejayaan islam, dimana nilai – nilai positif kehidupan sangat diutamakan. Kita memang tidak mempunyai teladan sehebat Muhammad pada zaman sekarang. Ya, dia dan kita terkait dimensi waktu yang terlalu jauh berbeda. Namun, bukankah nilai – nilai islam yang dibawa olehnya tidak pernah tergerus zona waktu? Sungguh ia adalah sebaik – baiknya teladan dalam segala aspek kehidupan, tak terkecuali dalam berbisnis. Wallahu a’lam.



Sumber Referensi:
Muhammad sebagai Pedagang, Ippho Santosa
Ensiklopedia Leadership & Manajemen Muhammad SAW “The Super Leader Super Manager” Volume 2: Bisnis dan Kewirausahaan, Dr. Muhammad Syafii Antonio, M. Ec dan Tim Tazkia
Best Practice: Character Building, Erie Sudewo

Menyikapi Praktek “Multilevel Marketing” yang Berkembang Saat Ini

Oleh: Riki Wahyu Fauziadi (Akuntansi 2011)

 Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, “Perhatikan olehmu sekalian, sesungguhnya di dunia ini perdagangan merupakan sembilan dari sepuluh pintu rezeki”.[1]
***
Kegiatan ekonomi dalam pandangan Islam merupakan suatu tuntutan kehidupan. Di samping itu, juga merupakan suatu aktivitas yang memiliki dimensi ibadah bila didasarkan pada niat kerena-Nya. Islam tidak menghendaki umatnya untuk hidup dalam keterbelakangan dan ketertinggalan ekonomi. Akan tetapi, Islam juga tidak menghendaki umatnya untuk menjadi “mesin” yang akan melahirkan budaya materialisme dan hanya mengejar pada keuntungan semata tetapi Islam mengajarkan kepada seluruh manusia untuk berorientasi kepada sikap ta’awun (menolong sesama) sebagai tanggungjawab sosial dalam kegiatan ekonomi.

Untuk memenuhi kebutuhan hidup yang beragam manusia tidak mungkin hidup dalam kesendirian, ia harus bekerja sama dengan orang lain. Hal ini sebagaimana firman Allah yang artinya: “…, sesungguhnya Kami ciptakan kamu bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar kamu saling mengenal” (QS. Al-Hujurat:13) sepenggal dari ayat ini menekankan bahwa Allah mengajarkan kepada manusia  agar kita saling mengenal satu sama lain. Diantara individu satu dengan individu lain pasti memiliki keberagaman baik itu sikap maupun sifat. Pada dasarnya keberagaman ini merupakan suatu hal yang tidak bisa dihindari maupun dicegah. Hal ini akan mendorong bagi setiap individu untuk saling melengkapi satu sama lain, misalnya diantara produsen dan distributor, keduanya pasti memerlukan kerjasama dan salah satu bentuk kerjasama yang sekarang ini menjadi trend ialah konsep pemasaran Multilevel Marketing (MLM) yang sering juga disebut Network Marketing (Pemasaraan dengan sistem jaringan).

Maksud “Multilevel Marketing” adalah suatu konsep perusahaan dengan penyaluran barang (produk dan jasa tertentu) yang memberi kesempatan kepada para konsumen untuk turut terlibat sebagai penjual dan memperoleh manfaat dan keuntungan di dalam garis kemitraannya. Beberapa dekade belakangan ini, gerakan perusahaan pemasaran berjenjang atau dikenal dengan Multi Level Marketing (MLM) semakin berkembang pesat. Dalam istilah MLM, anggota dapat pula disebut sebagai distributor atau mitra niaga. Jika mitraniaga mengajak orang lain untuk menjadi anggota pula sehingga jaringan pelanggan semakin besar, itu artinya mitraniaga telah berjasa mengangkat omset perusahaan. Atas dasar itulah kemudian perusahaan berterimakasih dengan bentuk memberi sebagian keuntungannya kepada mitraniaga yang berjasa dalam bentuk insentif berupa bonus, baik bonus bulanan, tahunan ataupun bonus-bonus lainnya.

Pada dasar kegiatan multilevel marketing termasuk kedalam hukum fiqh muamalah, sebagaimana hukum fiqh muamalah itu sendiri adalah segala sesuatu boleh dikerjakan kecuali ada dalil yang menyatakan sebaliknya. Akan tetapi, pada prakteknya kerap kali mengindikasikan adanya riba (memutar dana yang terkumpul), gharar (penipuan), dharar (hal-hal yang membahayakan, merugikan, atau menzhalimi pihak lain), dan jahalah (ketidaktransparanan dalam sistem dan aturan). Namun, kita jangan kemudian terburu-buru dahulu dalam memvonis sebuah MLM, sebelum diketahui secara pasti sistem MLM tersebut. Apakah telah tercampur adukkan pada riba, gharar, dharar, maupun jahalah ataupun tidak?

Berikut ini ada beberapa hal yang `mengganggu` dari sistem pemasaran langsung yang diterapkan di MLM ini antara lain;

Terkadang komisi dapat mencapai ratusan ribu sedangkan harga produk tidaklah melebihi sekian ribu. Oleh karena itu, strategi perusahaan dalam memasarkan produknya ialah dengan menampakkan jumlah komisi yang besar yang mungkin didapatkan oleh anggota dan mengiming-imingi calon anggota baru dengan keuntungan yang melampaui batas sebagai imbalan dari modal yang kecil yaitu harga produk. Jadi tujuan transaksi tersebut bisa diartikan memiliki kecenderungan pada komisi yang akan diperoleh dan bukan lagi laba produk yang telah dijual.

Selain itu, metode pendekatan penawarannya itu sendiri karena memang di situlah ujung tombak dari sistem penjualan langsung dan sekaligus juga di situlah titik yang menimbulkan masalah. Banyak orang akan membeli suatu produk, hanya karena merasa tidak bisa menolak saat ditawari oleh teman atau saudaranya


“Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas dan di antara keduanya ada hal-hal yang syubhat di mana sebagian besar manusia tidak tahu. Barangsiapa menjaga dari syubhat maka telah menjaga agama dan kehormatannya dan barangsiapa yang jatuh pada syubhat berarti telah jatuh pada yang haram.”[2] Dan sebagaimana pesan Ali bin Abi Thalib ra, “Tinggalkanlah sesuatu yang meragukan untuk melakukan pada sesuatu yang tidak meragukan.”[3]


Selanjutnya dari segi fiqh muamalah ada beberapa ulama yang belum berani memastikan apakah Multi Level Marketing tersebut termasuk kedalam transaksi yang halal dan thayib? Saat ini, keberadaan Multi Level Marketing masih menjadi kontroversi. Berbagai alasan menjadi penyebab keraguan masyarakat akan kehalalan MLM mengingat begitu banyaknya kejadian di masyarakat yang kontroversial dimana masyarakat yang menginginkan kemakmuran, kekayaan dan kesehatan dalam waktu relatif singkat. Akan tetapi, jika sistem dan prateknya yang digunakan telah sesuai dengan tuntutan yang telah diajarakan oleh Rasulullah shalallahu ‘alahi wasallam, apakah kita masih akan memilih produk yang diragukan kehalalannya? Perkembangan MLM konvensional yang notabene terindikasi riba, gharar, dharar, dan jahalah, telah merajalela. Bagaimana kita akan menyikapinya agar tidak terjerumus oleh hal-hal tersebut? Sedangkan produk-produk berunsur syubhat beredar luas di pasaran dengan iklan-iklan yang sudah tidak syar’i terpampang di media massa. Semua ini merupakan tugas yang harus kita hadapi bersama agar kita dapat bergerak cepat mencegah kerusakan lebih lanjut, dengan membumikan ekonomi syari’ah.

Melihat mayoritas rakyat Indonesia adalah beragama Islam, usaha-usaha bisnis dengan menggunakan sistem MLM tentunya sangat prospektif serta memiliki potensi besar untuk berkembang. Tetapi untuk keamanan khususnya dari sisi syari’ah, untuk sementara ini kita berpegang dulu kepada rekomendasi MUI sebagai ulil amri. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua dan dapat menjadi pegangan untuk menyikapi Multilevel Marketing yang berkembang saat ini. Wallahu a’lam bishowab.


[1]  Hadits Riwayat Ahmad
[2]  Hadits Riawayat Bukhari dan Muslim
[3]  Hadits Riawayat Tirmidzi dan Nasai

Ketidakmerataan: Antara si Miskin dan si Kaya


Oleh : Ananda Agustin Fitriana (Akuntansi 2010)          

         Ketidakmerataan atau kesenjangan ekonomi atau mungkin penjabarannya adalah ketimpangan dalam pendistribusian pendapatan antara kelompok atas dengan kelompok bawah. Kemiskinan sudah mulai menjadi bahan topik pembicaraan bahkan sejak Yunani Kuno, yang menurut Heraclitus seorang filsuf Yunani Kuno “Everything flows, everything constantly changing” kira – kira begitulah perekonomian di dunia ini, selalu mengalir dan tidak akan pernah sama, karena itu dibutuhkan pemikiran – pemikiran yang cerdik dan tepat untuk dapat memprediksi perubahan – perubahan yang ada. Hingga sekarang atau pada masa ini sudah banyak ahli – ahli perekonomian yang telah membuahkan buah pikirnya kepeda kita para generasi muda.

            Dan hampir semua dari teori – teori yang telah dihasilkan oleh para ahli – ahli ekonomi tersebut membahas mengenai bagaimana cara mengatasi ketimpangan pendapatan atau mungkin bisa kita sebut dengan mengurangi kemiskinan hingga sekecil mungkin. Kenapa kemiskinan begitu menarik untuk dibahas oleh para ekonom kawakan tersebut disaat banyak orang – orang berkecukupan telah berhasil membuat diri mereka semakin kaya dan kaya?

            Jawabannya yaitu karena kemiskinan akan membawa dampak negatif bagi kehidupan suatu negara, Menurut  Andre  Bayo  Ala,  1981,  kemiskinan  itu  bersifat  multi  dimensional. Artinya  kebutuhan  manusia  itu  bermacam  –  macam  maka  kemiskinan  pun  memiliki banyak aspek. Artinya bukan hanya sektor perekonomian saja yang terkena dampak dari kemiskinan akan tetapi faktor budaya bahkan kriminalitas pun bisa ikut terpengaruh.

            Lalu kembali ke bahasan utama, bagaimana cara mengatasi kemiskinan – kemiskinan yang terjadi di sekitar kita padahal di tengah – tengah kita terdapat para juragan – juragan permodalan yang semakin kaya tiap harinya?

            Ekonomi Islam menjawab hal ini dengan mudah, yaitu dengan adanya distribusi pendapatan, atau mungkin biasa kita, para umat muslim, lakukan dengan praktek zakat. Dalam praktek zakat orang – orang yang mampu menyumbangkan sebagian hartanya kepada orang – orang yang membutuhkannya. Zakat adalah kewajiban finansial dari harta kekayaan menurut ketentuan Islam. Dan, zakat bukanlah pajak yang untuk menjamin penerimaan negara. Distribusi hasil pengumpulan zakat harta ditujukan kepada delapan kelompok sasaran (asnaf), sebagaimana firman Allah SWT dalam surat at-Taubah: 60,

“Hanya zakat itu untuk orang-orang fakir, orang miskin, pengurus zakat, orang muallaf hatinya, untuk memerdekakan budak (hamba), orang yang berhutang, orang yang berjuang di jalan Allah, dan untuk orang musafir sebagai suatu keperluan dari pada Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana.”

            Zakat berpengaruh pula terhadap pilihan konsumen dalam hal mengalokasikan pendapatannya untuk tabungan atau investasi dan konsumsi. Pengaruh dari zakat dari aspek sosial ekonomi, memberikan dampak terciptanya keamanan masyarakat dan menghilangkan pertentangan kelas karena ketajamannya perbedaan pendapatan. Karena itulah zakat dianggap cukup mampu dalam menjembatani kesenjangan antara si kaya dengan si miskin yang sudah sejak lama telah terpisah.
 

Happy Birthday

Selamat Ulang Tahun untuk Harsa Kunthara (ilmu ekonomi/2010) 


Semoga panjang umur, sehat selalu, dan semua cita-citanya bisa tercapai.
Semoga selalu dalam lindungan Allah SWT, aamiin yaa Robbal alamin :)


@KnKEI_SEFUGM

Senin, 02 April 2012

MLM sebagai Trend Marketing


Oleh:

MLM (Multi Level Marketing) mungkin saat ini telah menjadi trik pemasaran yang paling banyak diminati oleh individu, perusahaan maupun kelompok bisnis tertentu untuk menjual produk mereka pada konsumen baik secara grosir maupun retail. Selain karena keuntungan yang didapat sangat menjanjikan jika dikerjakan secara serius, marketing ini cenderung menggunakan cara-cara yang lebih mudah dibandingkan jenis-jenis marketing lain.  Marketing ini tak perlu kontribusi full-time bagi pelakunya, dengan bekerja part-time pun marketing ini juga bisa terlaksana dengan baik. Namun, memang semakin giat pelaksanaannya maka akan semakin cepat dan banyak keuntungan yang didapat.

Ada 2 macam keuntungan yang bisa didapat dari MLM. Pertama, keuntungan yang diperoleh merupakan selisih harga distributor dengan harga yang dijual pada konsumen. Kedua, potongan harga produk yang bisa diperoleh, jika berhasil menjual produk pada konsumen lain dengan jumlah yang telah ditentukan atau disepakati. Nilai positif lain jika melakukan metode marketing ini ialah sangat minimnya biaya iklan (advertising) yang digunakan untuk mempromosikan produk. Oleh karena, hampir seluruh pelaksanaan metode marketing ini merupakan bentuk komunikasi langsung antara pihak yang menawarkan (distributor) dengan pihak konsumen sebagai calon pembeli produk, atau sering disebut dengan istilah ‘direct selling’.

Kemudian, dengan berbagai macam kemudahan yang ada pada pelaksanaan MLM ini, tak perlu keahlian ataupun pendidikan khusus untuk menjadi pihak-pihak yang terlibat didalamnya. Cukup dengan kemampuan berkomunikasi serta berinteraksi baik dengan orang lain. Selain itu, kemampuan meyakinkan konsumen untuk membeli produk yang dijual mungkin juga merupakan aspek penting yang harus dimiliki jika ingin menjadi seorang distributor sukses dalam metode marketing ini.

Di balik besarnya keuntungan dan berbagai macam kemudahan dari pelaksanaan metode MLM ini, bukan berarti tidak menimbulkan pandangan-pandangan miring ataupun argumen-argumen yang kurang baik dari berbagai pihak yang kontra dengan metode marketing ini. Pihak-pihak yang kontra tersebut beranggapan bahwa MLM berorientasi pada aspek penipuan, ilegal dan tidak bermoral. Walaupun secara hukum yang berlaku, MLM telah dilegalkan dan tidak menyalahi aturan moral.

Tidak sedikit pula pihak-pihak yang menyatakan bahwa sistem kerja metode MLM ini semata-mata hanya semakin memperkaya harta upline (posisi teratas dalam struktur organisasi). Sedangkan jika dilihat dari realita pelaksanaannya, yang memiliki kontribusi lebih, dalam menarik para konsumen untuk membeli produk justru downline (posisi menengah hingga ke bawah dalam struktur organisasi). Namun, jika kita tinjau lebih dalam, untuk menjadi upline sama sekali tak semudah seperti yang dibayangkan. Butuh kerja keras serta pengorbanan waktu untuk menjadi seorang upline sukses yang memiliki  beberapa downline yang memberikan hasil dari pelakasanaan MLM padanya.

Kemudian, problem metode MLM sering dikaitkan dengan kasus money game. Namun sebelum meninjau lebih dalam, perlu diperjelas kembali perbedaan antara keduanya. Jika komisi yang didapat dari sistem MLM didasarkan pada omset penjualan produk pada konsumen. Sedangkan, pada sistem money game, komisi yang didapat merupakan hasil dari perekrutan orang untuk turut bergabung di dalamnya dan sama sekali bukan hasil dari omset penjualan produk. Namun bukan tidak mungkin, terdapat metode MLM yang memberikan komisi pada downline-nya jika berhasil merekrut orang. Secara hukum hal ini ilegal karena bonus perekrutan termasuk bonus yg dilarang berdasarkan Permendag No 13 tahun 2006 Bab I Pasal 1 ayat 11.

Jika dikaitkan dengan pandangan ekonomi Islam mengenai sistem pemberian komisi pada MLM, ada sebuah pernyataan yang menyebutkan bahwa jika menerima gaji/komisi namun tidak jelas dari mana asal komisi tersebut maka hukumnya haram. Dalam MLM semakin jauh jangkauan downline pada uplinenya maka akan semakin tidak jelas pula asal komisi yang didapat tersebut.

Dari berbagai pertimbangan yang ada, baik sisi positif maupun negatif dari sistem MLM, dapat ditarik sebuah kesimpulan. MLM sah-sah saja jika dilakukan, sejauh metode MLM yang dilakukan bukan merupakan modus-modus penipuan ataupun yang mengakibatkan kerugian bagi pihak downline dan konsumen. Di luar hal tersebut, sistem pembagian komisi dalam metode MLM juga perlu diperhatikan. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, komisi dalam MLM merupakan hasil dari omset penjualan. Jika terdapat metode MLM yang memberikan komisi karena perekrutan orang, hal ini termasuk pelaksanaan MLM ilegal karena secara hukum tindakan ini termasuk yang dilarang. Kemudian, untuk menghindari unsur haram menurut ekonomi Islam, ada baiknya perlu ditata kembali sistem pembagian komisi guna memperjelas dari mana serta diperuntukkan untuk siapa komisi tersebut. Dengan melaksanakan langkah-langkah ini, diharapkan mampu menciptakan sebuah struktur organisasi MLM yang legal dan aman. Selain itu, dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang terlibat di dalamnya baik upline, downline serta konsumen.